Surabaya
 adalah ibu kota propinsi Jawa Timur yang dikenal sebagai Kota Pahlawan.
 Kota Surabaya menjadi kota terbesar kedua setelah Jakarta (Anonim 1, 
2010). Surabaya merupakan kota yang terletak pada 07° 21’ lintang 
selatan dan 112° 36’ - 112° 54’ bujur timur dengan ketinggian 3-6 meter 
di atas permukaan laut kecuali di bagian selatan terdapat dua bukit 
landai di daerah Lidah & Gayungan dengan ketinggian 25-50 meter di 
atas permukaan laut. Luas wilayah kota Surabaya adalah 33.306,30 Ha. 
yang terdiri dari 31 kecamatan dan 163 kelurahan (Anonim 2, 2010). 
Selain menjadi kota terbesar kedua setelah Jakarta, Surabaya sekaligus 
menjadi kota terpadat kedua setelah Jakarta. Banyaknya jumlah penduduk 
berimbas pada kebutuhan ruang dan oksigen yang merupakan kebutuhan pokok
 setiap manusia. Semakin tinggi jumlah penduduk maka semakin kompleks 
masalah yang dihadapi oleh Surabaya, terutama pada kecukupan ruang dan 
oksigen yang dibutuhkan untuk dapat hidup nyaman. Selain kebutuhan ruang
 dan oksigen yang memadai, suhu udara yang nyaman juga menjadi salah 
satu faktor yang harus terpenuhi agar masyarakat Surabaya dapat hidup 
dengan nyaman. 
Dengan jumlah penduduk yang semakin bertambah tanpa adanya pertambahan 
luas wilayah kota Surabaya maka luas wilayah yang digunakan untuk 
kebutuhan tempat tinggal dan sarana lain seperti kompleks perkantoran, 
perumahan, sekolah, juga bertambah. Dengan pertambahan tersebut maka 
luasan yang dibutuhkan untuk Ruang Terbuka Hijau (RTH) sebagai penghasil
 oksigen semakin tidak dapat tercukupi, padahal semakin tinggi jumlah 
penduduk maka semakin tinggi pula kebutuhan oksigen yang diperlukan 
masyarakat.
Dalam tulisan ini akan dibahas bagaimana jumlah pasokan oksigen yang 
tersedia di Surabaya saat ini. Selain itu akan dibahas pula kebutuhan 
oksigen masyarakat Surabaya pada tahun ini. Di samping itu akan 
dijelaskan perhitungan kebutuhan oksigen masyarakat Surabaya 5 tahun 
mendatang, serta solusi-solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi 
kurangnya lahan yang dibutuhkan untuk lahan hijau sebagai penyedia 
oksigen bagi masyarakat Surabaya.
                                      
Permasalahan yang ada
Luas
 Surabaya yang hanya 33.306,30 Ha. menjadi tempat tinggal bagi 2.968.946
 jiwa pada tahun 2010 atau dengan kata lain 89 jiwa per Ha. Padahal 
menurut Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Surabaya idealnya 
jumlah penduduk di kota ini 75 jiwa per Ha. (Anonim 3, 2010). Dengan 
jumlah penduduk yang demikian padat maka dapat diduga bahwa kebutuhan 
ruang masyarakat Surabaya sudah tidak dapat dicukupi dengan luas 
Surabaya yang tidak pernah bertambah luasnya. Begitu juga dengan 
kebutuhan oksigen yang akan semakin sulit didapat jika penataan kota 
tidak berwawasan ekologi. 
Dengan jumlah penduduk 2.968.946 jiwa, maka kebutuhan oksigen Surabaya 
adalah sekitar 912,5 ton per tahunnya. Angka tersebut didapat dari 
perhitungan kebutuhan setiap manusia akan oksigen per hari yaitu 840 
gram. Dengan jumlah kebutuhan oksigen masyarakat Surabaya yang cukup 
besar, maka diperlukan jumlah luasan tertentu untuk dapat memenuhi 
kebutuhan oksigen tersebut, yaitu dengan Ruang Terbuka Hijau (RTH). 
Fakta 
Setiap manusia membutuhkan jumlah oksigen tertentu setiap harinya untuk 
dapat hidup. Rata-rata setiap manusia membutuhkan 600 liter atau 840 
gram oksigen per harinya. Dengan kata lain setiap manusia membutuhkan 
306,6 Kg oksigen per tahunnya. Surabaya dengan jumlah penduduk 2.968.946
 jiwa maka kebutuhan oksigen masyarakat Surabaya per tahun adalah 
sekitar 910.278.843,6 Kg atau 910.278,8 ton. 
Tumbuhan mengambil karbondioksida yang dikeluarkan oleh manusia dan 
melepas oksigen saat melakukan fotosintesis. Menurut Anonim 4 (2010) 
untuk 1 Ha. lahan hijau dengan total luas permukaan daun 5 Ha. akan 
membutuhkan 900 Kg karbondioksida untuk melakukan fotosintesis selama 12
 jam, dan pada waktu yang sama akan menghasilkan 600 Kg oksigen. Dengan 
begitu maka 1 Ha. lahan hijau dapat menyediakan 219.000 Kg atau 219 ton 
oksigen per tahun dengan catatan lahan hijau tersebut tersusun dari 
jenis tumbuhan pohon peneduh yang memiliki luasan daun yang lebih luas 
daripada jika lahan hijau tersebut tersusun dari tanaman selain pohon 
peneduh. 
Jalur hijau adalah jalur tanah terbuka yang meliputi taman, lapangan 
olah raga, taman monument dan taman pemakaman yang pembinaan, 
pengelolaan dan pengendaliannya dilakukan oleh Pemerintah Daerah sesuai 
dengan rencana kota. Jalur hijau merupakan salah satu jenis Ruang 
Terbuka Hijau (RTH), menurut Peraturan Daerah Surabaya No. 7 / 2002 
tentang Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau yang disebut sebagai Ruang 
Terbuka Hijau adalah ruang kota yang berfungsi sebagai kawasan hijau 
pertamanan kota, kawasan hijau hutan kota, kawasan hijau rekreasi kota, 
kawasan hijau permakaman, kawasan hijau pertanian, kawasan hijau jalur 
hijau dan kawasan hijau pekarangan. Dalam ruang terbuka hijau 
pemanfaatannya lebih bersifat pengisian hijau tanaman atau 
tumbuh-tumbuhan secara alamiah ataupun budidaya tanaman. 
Pada www.suarasurabaya.net (2009) tertulis bahwa kota Surabaya sudah 
memenuhi ketentuan Ruang Terbuka Hijau 20% dari 33.306,30 Ha. total luas
 wilayah, yaitu sekitar 6661,2 Ha. Ini berdasarkan UU 26 / 2007 tentang 
Penataan Ruang. Hidayat Syah Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan 
(DKP) Pemkot Surabaya menjelaskan bahwa RTH 20% yang dimiliki Surabaya 
selain dikelola DKP yang berupa taman-taman dan jalur hijau, juga 
saluran yang dikelola Dinas Binamarga dan Pematusan, juga hutan mangrove
 dan RTH yang dimiliki dan dikelola investor. 
Dengan luas RTH yang dimiliki kota Surabaya yaitu sekitar 6661,2 Ha. 
maka seluruh luasan RTH di Surabaya dapat menyediakan oksigen sejumlah 
1.458.802,8 ton per tahunnya. Dengan jumlah tersebut maka kebutuhan 
oksigen masyarakat Surabaya pada tahun 2010 yaitu sekitar 910.278,8 ton 
oksigen dalam setahun dapat tercukupi dengan luasan RTH yang sekarang 
dimiliki kota Surabaya (6661,2 Ha.). 
Seiring bertambahnya waktu dan seiring laju pertumbuhan penduduk kota 
Surabaya yaitu sebesar 1,62 persen per tahun kita dapat memperkirakan 
keadaan kota Surabaya 5 tahun mendatang. Dengan menggunakan rumus 
pertumbuhan geometrik menurut 
www.datastatistik-indonesia.com, angka pertumbuhan penduduk (rate of growth atau r) sama untuk setiap tahunnya, rumusnya adalah sebagai berikut : 
Pt = P0 (1 + r)t 
Keterangan : 
P0 adalah jumlah penduduk awal 
Pt adalah jumlah penduduk t tahun kemudian 
r adalah tingkat pertumbuhan penduduk 
t adalah jumlah tahun dari 0 ke t. 
Dengan rumus pertumbuhan geometrik kita hitung jumlah penduduk Surabaya 5 tahun mendatang : 
Pt = P0 (1 + r)t 
P5 = 2.968.946 x (1 + 1,62)5 
P5 = 2.968.946 x 123,45 
P5 = 366.516.384 
Jumlah penduduk Surabaya pada tahun 2015 sekitar 366.516.384 jiwa. 
Dengan jumlah penduduk Surabaya sebanyak itu maka kebutuhan oksigen 
pertahun pada tahun 2015 adalah 366.516.384 jiwa x 306,6 Kg oksigen = 
112.373.923.334,4 Kg pertahun atau sekitar 112.373.923 ton pertahun. 
Dengan begitu maka kebutuhan RTH kota Surabaya pada tahun 2015 adalah 
sekitar 256.561,46 Ha. 
Dalam perhitungan penduduk Surabaya pada tahun 2015 di atas dapat kita 
lihat bahwa semakin lama semakin luas kebutuhan kita akan ruang. Ruang 
itu dapat berupa ruang untuk lahan permukiman, lahan perkantoran, lahan 
pertokoan, sekolah dan jenis lahan lain yang menjadi kebutuhan 
masyarakat kota Surabaya. Dengan jumlah luas RTH yang dibutuhkan untuk 
mencukupi kebutuhan jumlah penduduk yang mencapai 366.516.384 jiwa maka 
Surabaya yang tidak mengalami perluasan lahan tidak mampu menyediakan 
lahan seluas 256.561,46 Ha. karena luas kota Surabaya yang hanya 
33.306,30 Ha. 
Dengan kondisi demikian maka dapat saja suatu saat pemerintah kota 
Surabaya akan membatasi jumlah penduduk yang tinggal di Surabaya karena 
luas wilayah yang tidak mencukupi. Namun dengan kondisi Surabaya yang 
merupakan ibu kota propinsi yang notabene juga tempat banyak orang ingin
 bekerja di dalamnya maka tidak mungkin jika pemerintah membatasi jumlah
 penduduk yang masuk. Hal ini dapat diatasi dengan mengubah cara 
pembangunan yang selama ini dilakukan yaitu pembangunan secara 
horizontal. Dengan pembangunan horizontal kebutuhan luas semakin tinggi,
 namun jika pembangunan tersebut dilakukan secara vertikal maka semakin 
sedikit luas yang dibutuhkan sehingga ruang-ruang yang dapat 
dimanfaatkan sebagai RTH dapat semakin luas. 
Dengan pembangunan vertikal maka lahan-lahan yang sebelumnya menjadi 
bangunan dapat dialihfungsikan menjadi sarana lain yang mendukung 
kehidupan masyarakat Surabaya. Sarana tersebut dapat berupa jalan raya, 
taman-taman kota atau sarana-sarana lain yang dibutuhkan oleh 
masyarakat. Pembangunan vertikal tersebut juga dapat kita memodifikasi 
atap-atap setiap bangunan menjadi taman-taman atap sehingga luasan RTH 
yang semakin minim dapat kita optimalkan dengan taman atap tersebut. 
Kita dapat memodifikasi atap-atap tersebut dengan kemiringan dan arah 
yang dapat kita hitung untuk optimalisasi taman. 
Taman atap sendiri telah diberlakukan di beberapa negara maju seperti 
Jepang dan negara lain. Taman-taman atap tersebut dapat ditanami 
berbagai tanaman semak yang tidak terlalu membutuhkan tanah yang terlalu
 dalam karena sistem perakaran yang tidak sedalam tanaman dikotil. Untuk
 taman atap dapat digunakan tanaman-tanaman semak yang memiliki 
kemampuan lebih dalam menyerap karbondioksida dan menghasilkan oksigen. 
Selain itu dapat juga dipilih tanaman-tanaman yang memiliki kemampuan 
menyerap zat-zat beracun yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor dan 
pabrik-pabrik yang menjadi polutan utama di kota sebesar Surabaya. 
Tulisan ini memiliki kekurangan yaitu menggunakan perhitungan kasar. 
Yang dimaksud perhitungan kasar adalah perhitungan yang hanya memasukkan
 sedikit faktor saja yaitu manusia dan tumbuhan tanpa memasukkan 
faktor-faktor lain seperti hewan yang hidup di dalam kota Surabaya, 
tumbuhan dan tanaman yang ada di pekarangan yang tidak termasuk dalam 
RTH, jasad renik yang hidup di tanah maupun perairan yang ada di 
Surabaya dan faktor-faktor lain yang tidak dapat dipisahkan dengan 
oksigen dan karbondioksida. 
 
 
Tulisan ini juga masih 
menggunakan perhitungan umum tentang oksigen yang dihasilkan oleh 
tumbuhan dan oksigen yang dibutuhkan oleh manusia. Padahal setiap 
tumbuhan belum tentu menghasilkan jumlah oksigen yang sama, hal itu 
memerlukan penelitian lebih lanjut tentang produktivitas oksigen pada 
setiap jenis tumbuhan. Begitu juga dengan kebutuhan oksigen pada setiap 
manusia dapat saja berbeda bergantung pada banyak hal seperti berat 
badan, usia dan hal lainnya. 
Namun meskipun tulisan ini belum dapat mewakili keseluruhan faktor yang 
berhubungan dengan kenyamanan masyarakat untuk hidup di kota Surabaya, 
dengan tulisan ini dapat kita sadari bahwa semakin lama semakin banyak 
kemungkinan kita hidup tidak senyaman hidup kita saat ini. Jika kita 
tidak mulai menyelaraskan pembangunan dengan wawasan ekologi maka dapat 
dipastikan beberapa masa yang akan dating kota Surabaya tidak akan 
seindah seperti yang kita rasakan saat ini.