Selasa, 13 Maret 2012

Ruang dan Oksigen di Surabaya, cukupkah untuk hidup kita selanjutnya?


Surabaya adalah ibu kota propinsi Jawa Timur yang dikenal sebagai Kota Pahlawan. Kota Surabaya menjadi kota terbesar kedua setelah Jakarta (Anonim 1, 2010). Surabaya merupakan kota yang terletak pada 07° 21’ lintang selatan dan 112° 36’ - 112° 54’ bujur timur dengan ketinggian 3-6 meter di atas permukaan laut kecuali di bagian selatan terdapat dua bukit landai di daerah Lidah & Gayungan dengan ketinggian 25-50 meter di atas permukaan laut. Luas wilayah kota Surabaya adalah 33.306,30 Ha. yang terdiri dari 31 kecamatan dan 163 kelurahan (Anonim 2, 2010).

Selain menjadi kota terbesar kedua setelah Jakarta, Surabaya sekaligus menjadi kota terpadat kedua setelah Jakarta. Banyaknya jumlah penduduk berimbas pada kebutuhan ruang dan oksigen yang merupakan kebutuhan pokok setiap manusia. Semakin tinggi jumlah penduduk maka semakin kompleks masalah yang dihadapi oleh Surabaya, terutama pada kecukupan ruang dan oksigen yang dibutuhkan untuk dapat hidup nyaman. Selain kebutuhan ruang dan oksigen yang memadai, suhu udara yang nyaman juga menjadi salah satu faktor yang harus terpenuhi agar masyarakat Surabaya dapat hidup dengan nyaman.

Dengan jumlah penduduk yang semakin bertambah tanpa adanya pertambahan luas wilayah kota Surabaya maka luas wilayah yang digunakan untuk kebutuhan tempat tinggal dan sarana lain seperti kompleks perkantoran, perumahan, sekolah, juga bertambah. Dengan pertambahan tersebut maka luasan yang dibutuhkan untuk Ruang Terbuka Hijau (RTH) sebagai penghasil oksigen semakin tidak dapat tercukupi, padahal semakin tinggi jumlah penduduk maka semakin tinggi pula kebutuhan oksigen yang diperlukan masyarakat.

Dalam tulisan ini akan dibahas bagaimana jumlah pasokan oksigen yang tersedia di Surabaya saat ini. Selain itu akan dibahas pula kebutuhan oksigen masyarakat Surabaya pada tahun ini. Di samping itu akan dijelaskan perhitungan kebutuhan oksigen masyarakat Surabaya 5 tahun mendatang, serta solusi-solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi kurangnya lahan yang dibutuhkan untuk lahan hijau sebagai penyedia oksigen bagi masyarakat Surabaya.

Permasalahan yang ada
Luas Surabaya yang hanya 33.306,30 Ha. menjadi tempat tinggal bagi 2.968.946 jiwa pada tahun 2010 atau dengan kata lain 89 jiwa per Ha. Padahal menurut Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Surabaya idealnya jumlah penduduk di kota ini 75 jiwa per Ha. (Anonim 3, 2010). Dengan jumlah penduduk yang demikian padat maka dapat diduga bahwa kebutuhan ruang masyarakat Surabaya sudah tidak dapat dicukupi dengan luas Surabaya yang tidak pernah bertambah luasnya. Begitu juga dengan kebutuhan oksigen yang akan semakin sulit didapat jika penataan kota tidak berwawasan ekologi.

Dengan jumlah penduduk 2.968.946 jiwa, maka kebutuhan oksigen Surabaya adalah sekitar 912,5 ton per tahunnya. Angka tersebut didapat dari perhitungan kebutuhan setiap manusia akan oksigen per hari yaitu 840 gram. Dengan jumlah kebutuhan oksigen masyarakat Surabaya yang cukup besar, maka diperlukan jumlah luasan tertentu untuk dapat memenuhi kebutuhan oksigen tersebut, yaitu dengan Ruang Terbuka Hijau (RTH).

Fakta
Setiap manusia membutuhkan jumlah oksigen tertentu setiap harinya untuk dapat hidup. Rata-rata setiap manusia membutuhkan 600 liter atau 840 gram oksigen per harinya. Dengan kata lain setiap manusia membutuhkan 306,6 Kg oksigen per tahunnya. Surabaya dengan jumlah penduduk 2.968.946 jiwa maka kebutuhan oksigen masyarakat Surabaya per tahun adalah sekitar 910.278.843,6 Kg atau 910.278,8 ton.

Tumbuhan mengambil karbondioksida yang dikeluarkan oleh manusia dan melepas oksigen saat melakukan fotosintesis. Menurut Anonim 4 (2010) untuk 1 Ha. lahan hijau dengan total luas permukaan daun 5 Ha. akan membutuhkan 900 Kg karbondioksida untuk melakukan fotosintesis selama 12 jam, dan pada waktu yang sama akan menghasilkan 600 Kg oksigen. Dengan begitu maka 1 Ha. lahan hijau dapat menyediakan 219.000 Kg atau 219 ton oksigen per tahun dengan catatan lahan hijau tersebut tersusun dari jenis tumbuhan pohon peneduh yang memiliki luasan daun yang lebih luas daripada jika lahan hijau tersebut tersusun dari tanaman selain pohon peneduh.

Jalur hijau adalah jalur tanah terbuka yang meliputi taman, lapangan olah raga, taman monument dan taman pemakaman yang pembinaan, pengelolaan dan pengendaliannya dilakukan oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan rencana kota. Jalur hijau merupakan salah satu jenis Ruang Terbuka Hijau (RTH), menurut Peraturan Daerah Surabaya No. 7 / 2002 tentang Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau yang disebut sebagai Ruang Terbuka Hijau adalah ruang kota yang berfungsi sebagai kawasan hijau pertamanan kota, kawasan hijau hutan kota, kawasan hijau rekreasi kota, kawasan hijau permakaman, kawasan hijau pertanian, kawasan hijau jalur hijau dan kawasan hijau pekarangan. Dalam ruang terbuka hijau pemanfaatannya lebih bersifat pengisian hijau tanaman atau tumbuh-tumbuhan secara alamiah ataupun budidaya tanaman.

Pada www.suarasurabaya.net (2009) tertulis bahwa kota Surabaya sudah memenuhi ketentuan Ruang Terbuka Hijau 20% dari 33.306,30 Ha. total luas wilayah, yaitu sekitar 6661,2 Ha. Ini berdasarkan UU 26 / 2007 tentang Penataan Ruang. Hidayat Syah Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Pemkot Surabaya menjelaskan bahwa RTH 20% yang dimiliki Surabaya selain dikelola DKP yang berupa taman-taman dan jalur hijau, juga saluran yang dikelola Dinas Binamarga dan Pematusan, juga hutan mangrove dan RTH yang dimiliki dan dikelola investor.

Dengan luas RTH yang dimiliki kota Surabaya yaitu sekitar 6661,2 Ha. maka seluruh luasan RTH di Surabaya dapat menyediakan oksigen sejumlah 1.458.802,8 ton per tahunnya. Dengan jumlah tersebut maka kebutuhan oksigen masyarakat Surabaya pada tahun 2010 yaitu sekitar 910.278,8 ton oksigen dalam setahun dapat tercukupi dengan luasan RTH yang sekarang dimiliki kota Surabaya (6661,2 Ha.).

Seiring bertambahnya waktu dan seiring laju pertumbuhan penduduk kota Surabaya yaitu sebesar 1,62 persen per tahun kita dapat memperkirakan keadaan kota Surabaya 5 tahun mendatang. Dengan menggunakan rumus pertumbuhan geometrik menurut www.datastatistik-indonesia.com, angka pertumbuhan penduduk (rate of growth atau r) sama untuk setiap tahunnya, rumusnya adalah sebagai berikut :



Pt = P0 (1 + r)t



Keterangan :

P0 adalah jumlah penduduk awal

Pt adalah jumlah penduduk t tahun kemudian

r adalah tingkat pertumbuhan penduduk

t adalah jumlah tahun dari 0 ke t.



Dengan rumus pertumbuhan geometrik kita hitung jumlah penduduk Surabaya 5 tahun mendatang :

Pt = P0 (1 + r)t

P5 = 2.968.946 x (1 + 1,62)5

P5 = 2.968.946 x 123,45

P5 = 366.516.384

Jumlah penduduk Surabaya pada tahun 2015 sekitar 366.516.384 jiwa. Dengan jumlah penduduk Surabaya sebanyak itu maka kebutuhan oksigen pertahun pada tahun 2015 adalah 366.516.384 jiwa x 306,6 Kg oksigen = 112.373.923.334,4 Kg pertahun atau sekitar 112.373.923 ton pertahun. Dengan begitu maka kebutuhan RTH kota Surabaya pada tahun 2015 adalah sekitar 256.561,46 Ha.

Dalam perhitungan penduduk Surabaya pada tahun 2015 di atas dapat kita lihat bahwa semakin lama semakin luas kebutuhan kita akan ruang. Ruang itu dapat berupa ruang untuk lahan permukiman, lahan perkantoran, lahan pertokoan, sekolah dan jenis lahan lain yang menjadi kebutuhan masyarakat kota Surabaya. Dengan jumlah luas RTH yang dibutuhkan untuk mencukupi kebutuhan jumlah penduduk yang mencapai 366.516.384 jiwa maka Surabaya yang tidak mengalami perluasan lahan tidak mampu menyediakan lahan seluas 256.561,46 Ha. karena luas kota Surabaya yang hanya 33.306,30 Ha.

Dengan kondisi demikian maka dapat saja suatu saat pemerintah kota Surabaya akan membatasi jumlah penduduk yang tinggal di Surabaya karena luas wilayah yang tidak mencukupi. Namun dengan kondisi Surabaya yang merupakan ibu kota propinsi yang notabene juga tempat banyak orang ingin bekerja di dalamnya maka tidak mungkin jika pemerintah membatasi jumlah penduduk yang masuk. Hal ini dapat diatasi dengan mengubah cara pembangunan yang selama ini dilakukan yaitu pembangunan secara horizontal. Dengan pembangunan horizontal kebutuhan luas semakin tinggi, namun jika pembangunan tersebut dilakukan secara vertikal maka semakin sedikit luas yang dibutuhkan sehingga ruang-ruang yang dapat dimanfaatkan sebagai RTH dapat semakin luas.

Dengan pembangunan vertikal maka lahan-lahan yang sebelumnya menjadi bangunan dapat dialihfungsikan menjadi sarana lain yang mendukung kehidupan masyarakat Surabaya. Sarana tersebut dapat berupa jalan raya, taman-taman kota atau sarana-sarana lain yang dibutuhkan oleh masyarakat. Pembangunan vertikal tersebut juga dapat kita memodifikasi atap-atap setiap bangunan menjadi taman-taman atap sehingga luasan RTH yang semakin minim dapat kita optimalkan dengan taman atap tersebut. Kita dapat memodifikasi atap-atap tersebut dengan kemiringan dan arah yang dapat kita hitung untuk optimalisasi taman.

Taman atap sendiri telah diberlakukan di beberapa negara maju seperti Jepang dan negara lain. Taman-taman atap tersebut dapat ditanami berbagai tanaman semak yang tidak terlalu membutuhkan tanah yang terlalu dalam karena sistem perakaran yang tidak sedalam tanaman dikotil. Untuk taman atap dapat digunakan tanaman-tanaman semak yang memiliki kemampuan lebih dalam menyerap karbondioksida dan menghasilkan oksigen. Selain itu dapat juga dipilih tanaman-tanaman yang memiliki kemampuan menyerap zat-zat beracun yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor dan pabrik-pabrik yang menjadi polutan utama di kota sebesar Surabaya.

Tulisan ini memiliki kekurangan yaitu menggunakan perhitungan kasar. Yang dimaksud perhitungan kasar adalah perhitungan yang hanya memasukkan sedikit faktor saja yaitu manusia dan tumbuhan tanpa memasukkan faktor-faktor lain seperti hewan yang hidup di dalam kota Surabaya, tumbuhan dan tanaman yang ada di pekarangan yang tidak termasuk dalam RTH, jasad renik yang hidup di tanah maupun perairan yang ada di Surabaya dan faktor-faktor lain yang tidak dapat dipisahkan dengan oksigen dan karbondioksida.
 
Tulisan ini juga masih menggunakan perhitungan umum tentang oksigen yang dihasilkan oleh tumbuhan dan oksigen yang dibutuhkan oleh manusia. Padahal setiap tumbuhan belum tentu menghasilkan jumlah oksigen yang sama, hal itu memerlukan penelitian lebih lanjut tentang produktivitas oksigen pada setiap jenis tumbuhan. Begitu juga dengan kebutuhan oksigen pada setiap manusia dapat saja berbeda bergantung pada banyak hal seperti berat badan, usia dan hal lainnya.

Namun meskipun tulisan ini belum dapat mewakili keseluruhan faktor yang berhubungan dengan kenyamanan masyarakat untuk hidup di kota Surabaya, dengan tulisan ini dapat kita sadari bahwa semakin lama semakin banyak kemungkinan kita hidup tidak senyaman hidup kita saat ini. Jika kita tidak mulai menyelaraskan pembangunan dengan wawasan ekologi maka dapat dipastikan beberapa masa yang akan dating kota Surabaya tidak akan seindah seperti yang kita rasakan saat ini.