Minggu, 18 November 2012

Sore dan Malam di Wonorejo

Pulang kesorean atau kemaleman dari dalam hutan atau tempat lain yang sepi kadang bikin beberapa orang agak takut (entah takut apa), meski banyak juga orang yang baru masuk hutan saat malam mulai menggantikan siang. Daerah tambak Wonorejo juga punya hutan meski hutan mangrove yang ada ndak terlalu tebal, bahkan kurang pas kalau disebut hutan. Ndak banyak orang yang mau jalan-jalan ke daerah ini (kecuali di dermaga buat foto diri aja), apalagi masuk ke daerah pertambakan cuma buat iseng-iseng ngamatin burung.

Kalau pagi sampai siang cukup banyak yang mau jalan atau bersepeda di antara pepohonan mangrove dan di pematang tambak, tapi kalau sudah mulai sore mereka biasanya sudah beranjak pulang karena memang daerah ini sudah mulai sepi. Tapi kalau mau cari-cari di semak-semak atau di pematang-pematang tambak sebenarnya ada saja yang bisa jadi pengalih perhatian, seperti Bambangan Kuning yang sudah mau berangkat istirahat di antara rimbunnya pohon Api-api atau Avicennia di bawah ini.


Terkadang kita juga bisa lihat Bambangan Kuning si pemalu ini hinggap di tengah tambak, mungkin saja dia berpikir sudah aman untuk bersantai di tengah tambak karena sudah jarang manusia lewat dan beraktivitas di sekitar tempatnya hinggap.


Meskipun cahaya sudah mulai kurang, momen-momen yang bagus buat ditangkap selalu saja ada. Entah itu kumpulan Dara Laut yang lagi terbang sambil sesekali menukik tajam ke dalam air untuk menangkap ikan, atau rombongan burung nocturnal yang baru mau berangkat cari makan setelah seharian istirahat di rerimbunan pohon-pohon mangrove yang tumbuh di sekitar daerah tambak. Pokoknya kesorean atau kemaleman di tambak Wonorejo masih asik dan ndak bikin kita bosen kesana.
Salah satu obyek yang bikin selalu penasaran untuk pulang kesorean atau kemaleman adalah si Cabak Kota, burung yang aktifnya malam hari ini sering memperdengarkan suaranya yang nyaring saat malam dan dini hari "cwuirp...cwuirp", tapi kalau punya niat cari burung ini di pagi atau siang hari harus cari sarangnya dengan teliti dulu karena biasanya burung ini bersarang di semak-semak, dengan warna bulu yang seragam dengan lingkungan bersarangnya menjadikan dia sulit untuk dijumpai saat pagi hingga sore hari.

Burung dengan warna coklat berukuran sekitar 22 cm ini dapat dijumpai di sepanjang jalan arah masuk ke daerah pertambakan Wonorejo, meski di pematang tambak juga dapat dijumpai. Di sepanjang jalan masuk daerah tambak Wonorejo burung ini dapat dengan mudah dijumpai dengan bantuan pantulan matanya yang terkena sinar dari lampu motor atau mobil, jika sudah terlihat pantulannya maka siapkan saja kamera dan dekati dengan perlahan.

Sekarang pengennya cari jenis burung nocturnal lainnya. Siapa tahu berkesempatan motret burung hantu yang sering diceritakan para petani tambak saat ngobrol bareng di warung..



Kamis, 18 Oktober 2012

Sedikit cerita dari Surabaya

Kalau dengar Surabaya mungkin bakal terbayang panasnya, ramenya, kulinernya, atau budayanya. Mungkin juga yang keluar di benak banyak orang sebuah tempat (lokalisasi) yang terkenal sangat besar se Asia Tenggara, tapi tenang saja, saya ndak tahu banyak tentang tempat itu, jadi saya ndak bisa cerita. Pernah g kebayang di Surabaya bisa liat makhluk-makhluk cantik (selain manusia) yang tubuhnya terlindungi oleh struktur yang disebut bulu?kalo ada yang berpikir saya lagi ngomongin burung, anda benar.

Surabaya yang terkenal sebagai kota terbesar kedua setelah Jakarta memang terkenal dengan panasnya, kulinernya, atau budaya jawa timurannya. Tapi dibalik itu semua Surabaya juga terkenal dengan IBA (Important Bird Area)-nya yang terletak di sepanjang Pantai Timur Surabaya (biasa disingkat Pamurbaya). Hal ini karena di Pamurbaya tersedia tempat hidup dan mencari makan bagi banyak jenis burung liar, salah satu lokasi yang termasuk dalam Pamurbaya adalah Wonorejo. Saya bukan asli Surabaya, tapi karena saya kuliah di Surabaya dengan jurusan Biologi, maka itu mengharuskan saya sedikit banyak cari tahu lokasi yang jadi IBA tersebut.

Wonorejo ada di kecamatan Rungkut, dengan lokasi yang diapit oleh dua sungai menjadikan Wonorejo hanya bisa dilewati dengan satu jalan darat saja, kalau mau jalan alternatif berarti harus lewat sungai dengan perahu. Akses yang ndak terlalu mudah ini jadi sedikit membantu alam liar disana melanjutkan hidupnya, meski sekarang sudah mulai banyak yang berdatangan kesana. Dulu waktu awal-awal saya maen di Wonorejo (sekitar 2007) saya juga ndak ngira kalau disana punya keanekaragaman hayati yang cukup mengejutkan, apalagi kalau dihubungkan dengan Surabaya, jadi malah terkesan ndak mungkin. Tapi coba saja maen kesana waktu petani tambak lagi panen, bisa ketemu yang namanya jenis-jenis burung Ardeidae (Kuntul, Cangak, Blekok, dll) yang lagi menuhin tambak buat ikut-ikutan panen.


Kalau ada yang pengen iseng motret Kuntul dkk dengan segala pose bisa datang aja maen ke Wonorejo sambil tanya ke petani tambak kapan ada panen. Atau bisa juga langsung tanya dimana tambak yang lagi banyak didatangi sama Kuntul. Tapi kalau lagi jalan-jalan kesana jangan lupa bawa bekal minum secukupnya, soalnya panasnya lumayan menyengat. Kalau mau nunggu dengan sabar bisa dapat fotonya deket banget.



Ndak semua orang senang dengan warna Kuntul yang gitu-gitu aja, Wonorejo masih punya banyak penawaran. Seperti makhluk sexy di bawah ini 


Bahkan kalau pas musim kawin bisa juga liat dan mengabadikan momen seperti ini


Pokoknya maen ke Wonorejo sambil bawa kamera cukup buat refresh otak-otak yang lagi jenuh, bosan, dll. Tapi dengan syarat ndak pake buang sampah sembarangan, ndak pake ngerusak tatanan yang ada di lokasi tambak, dan yang paling penting ndak pake bawa senapan buat nembakin makhluk-makhluk cantik itu.

Kapan-kapan saya bakal nambah lagi cerita dari Wonorejo, mudah-mudahan dengan foto yang lebih bagus juga (maklum saya masih belajar motret).



Selasa, 08 Mei 2012

Iseng motret

Kalo ada yang bilang iseng tu cuma buang2 tenaga buat hal-hal ndak bermanfaat, tolong dipikirkan lagi. Saya bilang gitu soalnya saya sudah melakukan iseng yang menurut saya bisa nambah wawasan kita sebagai manusia.

Iseng yang saya bilang bermanfaat seperti yang sering saya lakukan adalah motret hewan di alam, bisa hewan yang mudah terlihat karena berukuran besar seperti kucing, burung atau hewan lain. Atau kalo mau yang sedikit butuh ketelitian seperti pas kalo lagi motret capung jarum.


 Objek yang berukuran besarpun ndak semua orang bisa dapet foto yang pas angle maupun timingnya, semua bergantung dari sesering apa kita berlatih dan mencoba (katanya master-master fotografi sih..he he). Trus kata banyak master fotografi : "alat (kamera) yang bagus (dan mahal) ndak selalu bisa menghasilkan foto bagus", jadi kita yang ndak punya (atau belum punya) kamera bagus bisa pake alat yang kita punya seperti kamera hape ataupun kamera saku. Jangan salah menganggap bagus dan mahalnya kamera berbanding lurus dengan hasil foto, kalo ndak percaya coba aja sendiri.



Seperti foto-foto di atas, saya yakin ndak semua orang mau sabar nunggu si kupu-kupu hinggap. Tapi belajar sabar bukan satu-satunya manfaat yang didapat dari iseng. Selain belajar sabar kita akhirnya juga bisa belajar peduli sama sekitar kita. Siapa yang menyangka kalo di rerumputan warna yang terlihat bukan hanya hijau, tapi bisa biru, abu-abu, merah atau warna lainnya saat ada hewan yang hinggap di situ.

Memang foto di sini belum bisa dibilang foto yahud seperti foto hasil jepretan para master fotografi, tapi saat kita mau berlatih dan belajar maka bisa saja kita yang akan jadi master-master itu, he he he he (ngarep.com)

Selasa, 13 Maret 2012

Ruang dan Oksigen di Surabaya, cukupkah untuk hidup kita selanjutnya?


Surabaya adalah ibu kota propinsi Jawa Timur yang dikenal sebagai Kota Pahlawan. Kota Surabaya menjadi kota terbesar kedua setelah Jakarta (Anonim 1, 2010). Surabaya merupakan kota yang terletak pada 07° 21’ lintang selatan dan 112° 36’ - 112° 54’ bujur timur dengan ketinggian 3-6 meter di atas permukaan laut kecuali di bagian selatan terdapat dua bukit landai di daerah Lidah & Gayungan dengan ketinggian 25-50 meter di atas permukaan laut. Luas wilayah kota Surabaya adalah 33.306,30 Ha. yang terdiri dari 31 kecamatan dan 163 kelurahan (Anonim 2, 2010).

Selain menjadi kota terbesar kedua setelah Jakarta, Surabaya sekaligus menjadi kota terpadat kedua setelah Jakarta. Banyaknya jumlah penduduk berimbas pada kebutuhan ruang dan oksigen yang merupakan kebutuhan pokok setiap manusia. Semakin tinggi jumlah penduduk maka semakin kompleks masalah yang dihadapi oleh Surabaya, terutama pada kecukupan ruang dan oksigen yang dibutuhkan untuk dapat hidup nyaman. Selain kebutuhan ruang dan oksigen yang memadai, suhu udara yang nyaman juga menjadi salah satu faktor yang harus terpenuhi agar masyarakat Surabaya dapat hidup dengan nyaman.

Dengan jumlah penduduk yang semakin bertambah tanpa adanya pertambahan luas wilayah kota Surabaya maka luas wilayah yang digunakan untuk kebutuhan tempat tinggal dan sarana lain seperti kompleks perkantoran, perumahan, sekolah, juga bertambah. Dengan pertambahan tersebut maka luasan yang dibutuhkan untuk Ruang Terbuka Hijau (RTH) sebagai penghasil oksigen semakin tidak dapat tercukupi, padahal semakin tinggi jumlah penduduk maka semakin tinggi pula kebutuhan oksigen yang diperlukan masyarakat.

Dalam tulisan ini akan dibahas bagaimana jumlah pasokan oksigen yang tersedia di Surabaya saat ini. Selain itu akan dibahas pula kebutuhan oksigen masyarakat Surabaya pada tahun ini. Di samping itu akan dijelaskan perhitungan kebutuhan oksigen masyarakat Surabaya 5 tahun mendatang, serta solusi-solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi kurangnya lahan yang dibutuhkan untuk lahan hijau sebagai penyedia oksigen bagi masyarakat Surabaya.

Permasalahan yang ada
Luas Surabaya yang hanya 33.306,30 Ha. menjadi tempat tinggal bagi 2.968.946 jiwa pada tahun 2010 atau dengan kata lain 89 jiwa per Ha. Padahal menurut Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Surabaya idealnya jumlah penduduk di kota ini 75 jiwa per Ha. (Anonim 3, 2010). Dengan jumlah penduduk yang demikian padat maka dapat diduga bahwa kebutuhan ruang masyarakat Surabaya sudah tidak dapat dicukupi dengan luas Surabaya yang tidak pernah bertambah luasnya. Begitu juga dengan kebutuhan oksigen yang akan semakin sulit didapat jika penataan kota tidak berwawasan ekologi.

Dengan jumlah penduduk 2.968.946 jiwa, maka kebutuhan oksigen Surabaya adalah sekitar 912,5 ton per tahunnya. Angka tersebut didapat dari perhitungan kebutuhan setiap manusia akan oksigen per hari yaitu 840 gram. Dengan jumlah kebutuhan oksigen masyarakat Surabaya yang cukup besar, maka diperlukan jumlah luasan tertentu untuk dapat memenuhi kebutuhan oksigen tersebut, yaitu dengan Ruang Terbuka Hijau (RTH).

Fakta
Setiap manusia membutuhkan jumlah oksigen tertentu setiap harinya untuk dapat hidup. Rata-rata setiap manusia membutuhkan 600 liter atau 840 gram oksigen per harinya. Dengan kata lain setiap manusia membutuhkan 306,6 Kg oksigen per tahunnya. Surabaya dengan jumlah penduduk 2.968.946 jiwa maka kebutuhan oksigen masyarakat Surabaya per tahun adalah sekitar 910.278.843,6 Kg atau 910.278,8 ton.

Tumbuhan mengambil karbondioksida yang dikeluarkan oleh manusia dan melepas oksigen saat melakukan fotosintesis. Menurut Anonim 4 (2010) untuk 1 Ha. lahan hijau dengan total luas permukaan daun 5 Ha. akan membutuhkan 900 Kg karbondioksida untuk melakukan fotosintesis selama 12 jam, dan pada waktu yang sama akan menghasilkan 600 Kg oksigen. Dengan begitu maka 1 Ha. lahan hijau dapat menyediakan 219.000 Kg atau 219 ton oksigen per tahun dengan catatan lahan hijau tersebut tersusun dari jenis tumbuhan pohon peneduh yang memiliki luasan daun yang lebih luas daripada jika lahan hijau tersebut tersusun dari tanaman selain pohon peneduh.

Jalur hijau adalah jalur tanah terbuka yang meliputi taman, lapangan olah raga, taman monument dan taman pemakaman yang pembinaan, pengelolaan dan pengendaliannya dilakukan oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan rencana kota. Jalur hijau merupakan salah satu jenis Ruang Terbuka Hijau (RTH), menurut Peraturan Daerah Surabaya No. 7 / 2002 tentang Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau yang disebut sebagai Ruang Terbuka Hijau adalah ruang kota yang berfungsi sebagai kawasan hijau pertamanan kota, kawasan hijau hutan kota, kawasan hijau rekreasi kota, kawasan hijau permakaman, kawasan hijau pertanian, kawasan hijau jalur hijau dan kawasan hijau pekarangan. Dalam ruang terbuka hijau pemanfaatannya lebih bersifat pengisian hijau tanaman atau tumbuh-tumbuhan secara alamiah ataupun budidaya tanaman.

Pada www.suarasurabaya.net (2009) tertulis bahwa kota Surabaya sudah memenuhi ketentuan Ruang Terbuka Hijau 20% dari 33.306,30 Ha. total luas wilayah, yaitu sekitar 6661,2 Ha. Ini berdasarkan UU 26 / 2007 tentang Penataan Ruang. Hidayat Syah Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Pemkot Surabaya menjelaskan bahwa RTH 20% yang dimiliki Surabaya selain dikelola DKP yang berupa taman-taman dan jalur hijau, juga saluran yang dikelola Dinas Binamarga dan Pematusan, juga hutan mangrove dan RTH yang dimiliki dan dikelola investor.

Dengan luas RTH yang dimiliki kota Surabaya yaitu sekitar 6661,2 Ha. maka seluruh luasan RTH di Surabaya dapat menyediakan oksigen sejumlah 1.458.802,8 ton per tahunnya. Dengan jumlah tersebut maka kebutuhan oksigen masyarakat Surabaya pada tahun 2010 yaitu sekitar 910.278,8 ton oksigen dalam setahun dapat tercukupi dengan luasan RTH yang sekarang dimiliki kota Surabaya (6661,2 Ha.).

Seiring bertambahnya waktu dan seiring laju pertumbuhan penduduk kota Surabaya yaitu sebesar 1,62 persen per tahun kita dapat memperkirakan keadaan kota Surabaya 5 tahun mendatang. Dengan menggunakan rumus pertumbuhan geometrik menurut www.datastatistik-indonesia.com, angka pertumbuhan penduduk (rate of growth atau r) sama untuk setiap tahunnya, rumusnya adalah sebagai berikut :



Pt = P0 (1 + r)t



Keterangan :

P0 adalah jumlah penduduk awal

Pt adalah jumlah penduduk t tahun kemudian

r adalah tingkat pertumbuhan penduduk

t adalah jumlah tahun dari 0 ke t.



Dengan rumus pertumbuhan geometrik kita hitung jumlah penduduk Surabaya 5 tahun mendatang :

Pt = P0 (1 + r)t

P5 = 2.968.946 x (1 + 1,62)5

P5 = 2.968.946 x 123,45

P5 = 366.516.384

Jumlah penduduk Surabaya pada tahun 2015 sekitar 366.516.384 jiwa. Dengan jumlah penduduk Surabaya sebanyak itu maka kebutuhan oksigen pertahun pada tahun 2015 adalah 366.516.384 jiwa x 306,6 Kg oksigen = 112.373.923.334,4 Kg pertahun atau sekitar 112.373.923 ton pertahun. Dengan begitu maka kebutuhan RTH kota Surabaya pada tahun 2015 adalah sekitar 256.561,46 Ha.

Dalam perhitungan penduduk Surabaya pada tahun 2015 di atas dapat kita lihat bahwa semakin lama semakin luas kebutuhan kita akan ruang. Ruang itu dapat berupa ruang untuk lahan permukiman, lahan perkantoran, lahan pertokoan, sekolah dan jenis lahan lain yang menjadi kebutuhan masyarakat kota Surabaya. Dengan jumlah luas RTH yang dibutuhkan untuk mencukupi kebutuhan jumlah penduduk yang mencapai 366.516.384 jiwa maka Surabaya yang tidak mengalami perluasan lahan tidak mampu menyediakan lahan seluas 256.561,46 Ha. karena luas kota Surabaya yang hanya 33.306,30 Ha.

Dengan kondisi demikian maka dapat saja suatu saat pemerintah kota Surabaya akan membatasi jumlah penduduk yang tinggal di Surabaya karena luas wilayah yang tidak mencukupi. Namun dengan kondisi Surabaya yang merupakan ibu kota propinsi yang notabene juga tempat banyak orang ingin bekerja di dalamnya maka tidak mungkin jika pemerintah membatasi jumlah penduduk yang masuk. Hal ini dapat diatasi dengan mengubah cara pembangunan yang selama ini dilakukan yaitu pembangunan secara horizontal. Dengan pembangunan horizontal kebutuhan luas semakin tinggi, namun jika pembangunan tersebut dilakukan secara vertikal maka semakin sedikit luas yang dibutuhkan sehingga ruang-ruang yang dapat dimanfaatkan sebagai RTH dapat semakin luas.

Dengan pembangunan vertikal maka lahan-lahan yang sebelumnya menjadi bangunan dapat dialihfungsikan menjadi sarana lain yang mendukung kehidupan masyarakat Surabaya. Sarana tersebut dapat berupa jalan raya, taman-taman kota atau sarana-sarana lain yang dibutuhkan oleh masyarakat. Pembangunan vertikal tersebut juga dapat kita memodifikasi atap-atap setiap bangunan menjadi taman-taman atap sehingga luasan RTH yang semakin minim dapat kita optimalkan dengan taman atap tersebut. Kita dapat memodifikasi atap-atap tersebut dengan kemiringan dan arah yang dapat kita hitung untuk optimalisasi taman.

Taman atap sendiri telah diberlakukan di beberapa negara maju seperti Jepang dan negara lain. Taman-taman atap tersebut dapat ditanami berbagai tanaman semak yang tidak terlalu membutuhkan tanah yang terlalu dalam karena sistem perakaran yang tidak sedalam tanaman dikotil. Untuk taman atap dapat digunakan tanaman-tanaman semak yang memiliki kemampuan lebih dalam menyerap karbondioksida dan menghasilkan oksigen. Selain itu dapat juga dipilih tanaman-tanaman yang memiliki kemampuan menyerap zat-zat beracun yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor dan pabrik-pabrik yang menjadi polutan utama di kota sebesar Surabaya.

Tulisan ini memiliki kekurangan yaitu menggunakan perhitungan kasar. Yang dimaksud perhitungan kasar adalah perhitungan yang hanya memasukkan sedikit faktor saja yaitu manusia dan tumbuhan tanpa memasukkan faktor-faktor lain seperti hewan yang hidup di dalam kota Surabaya, tumbuhan dan tanaman yang ada di pekarangan yang tidak termasuk dalam RTH, jasad renik yang hidup di tanah maupun perairan yang ada di Surabaya dan faktor-faktor lain yang tidak dapat dipisahkan dengan oksigen dan karbondioksida.
 
Tulisan ini juga masih menggunakan perhitungan umum tentang oksigen yang dihasilkan oleh tumbuhan dan oksigen yang dibutuhkan oleh manusia. Padahal setiap tumbuhan belum tentu menghasilkan jumlah oksigen yang sama, hal itu memerlukan penelitian lebih lanjut tentang produktivitas oksigen pada setiap jenis tumbuhan. Begitu juga dengan kebutuhan oksigen pada setiap manusia dapat saja berbeda bergantung pada banyak hal seperti berat badan, usia dan hal lainnya.

Namun meskipun tulisan ini belum dapat mewakili keseluruhan faktor yang berhubungan dengan kenyamanan masyarakat untuk hidup di kota Surabaya, dengan tulisan ini dapat kita sadari bahwa semakin lama semakin banyak kemungkinan kita hidup tidak senyaman hidup kita saat ini. Jika kita tidak mulai menyelaraskan pembangunan dengan wawasan ekologi maka dapat dipastikan beberapa masa yang akan dating kota Surabaya tidak akan seindah seperti yang kita rasakan saat ini.